Jumat, 06 Januari 2017

Riview jurnal kelompok 5




MAKALAH
PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
(Cyberbullying)
Oleh:
ELSA RIZKI DESIANA                  (12515190)
FIMA YUNANDA                            (12515690)
LUCY APRILLIA NINGSIH                       (135515871)
MEIDESTA PRAMESTI                   (14515117)
RESA PRATAMA                             (15515770)


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2016

I.                   Latar Belakang Masalah
Di jaman modern ini banyak sekali kemajuan yang terus berkembang dari berbagai sektor seperti : ekonomi, pendidikan, sosial,  budaya, politik  dan lain-lain. Hal tersebut terjadi di setiap negara disebabkan karena terbuka hubungan antar negara sehingga informasi dapat masuk dan keluar begitu saja melalui suatu alat pengetahuan yaitu internet. Internet sangat berperan penting bagi segala aktivitas manusia dan bertujuan untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi di dunia maya. Namun semakin terbuka hubungan antar negara dapat megakibatkan pertukaran budaya yang bisa bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang ada pada negara tertentu.  Akibat dari pengaruh budaya bisa menyebabkan penggunaan bahasa yang tidak semestinnya. Hal-hal negatif seperti penyebaran pornografi, caci maki,  merusak nama baik orang dan lain-lain yang dapat merusak hubungan persatuan antar warga negara. Untuk itu perlu peranan pemerintah dalam memfilter segala hal yang masuk ke negara tersebut untuk dapat memilah mana yang positif mana yang negatif.

II.                Teori-Teori
Cyberbullying adalah bentuk bullying yang terjadi ketika seseorang atau bebera-pa siswa menggunakan teknologi infor-masi dan komunikasi seperti email, ponsel atau pager, pesan teks, pesan singkat, web-site pribadi, situs jejaring sosial (misalnya facebook, twitter, plurk, dan lain-lain), dan game online, untuk digunakan secara sengaja, berulang-ulang dan perilaku yang tidak ramah yang dimaksudkan untuk merugikan orang lain (Belsey, 2007; Lines, 2007).
Willard dalam jurnal Dina Satalina menyebutkan macam-macam jenis cyberbullying sebagai berikut:
Flaming (terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada katakata di pesan yang berapi-api.
·         Harassment (gangguan), pesanpesan yang berisi gangguan pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus.
·         Cyberstalking, mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.
·         Denigration (pencemaran nama baik), yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut.
·         Impersonation (peniruan), berpurapura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
·         Outing & Trickery, yaitu outing menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain, Machsun Rifauddin: Fenomena Cyberbullying Pada Remaja (Studi Analisis Media Soasial Facebook) sedangkan trickery (tipu daya): membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.
·         Exclusion (pengeluaran): yaitu secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.

III.             Kasus-Kasus
Kasus cyberbullying marak dibicarakan di media beberapa tahun terakhir, di Amerika beberapa orang remaja memilih bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus yang terkenal adalah kasus Megan Meier yang memilih menggantung dirinya di kamar akibat kekerasan dan pelecehan verbal yang dialaminya melalui account pribadinya di MySpace. Kemudian Tyler Clementi, remaja berbakat yang terjun dari jembatan George Washington di Manhat-tan akibat teman sekamarnya tanpa sepe-ngetahuannya mengekspos video aktivitas pribadinya dengan pasangan gay-nya melalui fasilitas live-streaming.
Di Jepang, survei yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan di wilayah Hyogo, menunjukkan hasil survei bahwa 10% siswa sekolah menengah di Jepang menga-ku pernah menerima ancaman melalui email, situs atau blog. Seorang siswa 18 tahun di Kobe, Jepang, melakukan bunuh diri setelah teman sekelasnya memajang foto tidak senonohnya di situs dan mengi-rim email pemerasan. Kementerian Pendi-dikan di Jepang melakukan evaluasi terha-dap data kasus bunuh diri remaja selama 1999-2005. Sebanyak 16 kasus diselidiki ulang karena diduga terkait dengan bullying. Praktik bullying yang kian marak dilakukan lewat media elektronik, teruta-ma telepon selular yang terhubung de-ngan internet, seperti ancaman, ledekan, dan kekerasan psikologis lainnya dapat diterima dengan mudah oleh korban di mana dan kapan saja. Markoto adalah remaja asal Jepang, dia mengaku sering diteror dengan email berisi ancaman, foto-nya sering dijadikan bahan ejekan, bahkan banyak respon yang menyuruhnya meng-akhiri hidupnya. Sehingga Markoto me-mutuskan untuk tidak pergi ke sekolah, menderita anorexia dan dua kali mencoba bunuh diri (Wahyu, 2012).
Beberapa survei yang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu The American Justice Departemen Suicide menyatakan bahwa setidaknya satu dari empat orang siswa sekolah di seluruh Amerika Serikat pernah di-bully oleh temannya sendiri. Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian ter-besar di Amerika Serikat, yaitu 4.400 kasus per tahun. Dan penyebab terbesarnya ada-lah karena depresi akibat bullying (Ericson, 2001). Estimasi jumlah remaja yang mengalami cyberbullying di Indonesia sangat tinggi, Survei global yang dilakukan oleh Ipsos terhadap 18.687 orang tua dari 24 negara, termasuk Indonesia, menemukan bahwa 12% orang tua menyatakan bahwa anak mereka pernah mengalami cyberbullying dan 60% diantaranya menyatakan bahwa anakanak tersebut mengalami cyberbullying pada jejaring sosial seperti Facebook. Di Indonesia, 14% orang tua yang menjadi responden survei ini menyatakan anak mereka pernah mengalami cyberbullying,dan 53% menyatakan mengetahui bahwa anak dikomunitasnya pernah mengalami cyberbullying.
Bentuk bullying berubah sejalan dengan usia: maupun pelaku bullying memiliki kekhasan. bullying di taman bermain (playground bullying), Berikut ini karakteristik yang khas baik dari kekerasan seksual, penyerangan secara korban maupun pelaku bullying. berkelompok, dating violence, marital violence, Karakteristik tertentu yang khas pada korban child abuse, kekerasan di tempat kerja, dan bullying adalah penampilan mereka yang berbeda berbagai jenis kekerasan lain (Pepler dan Craig, atau memiliki kebiasaan yang berbeda dalam 1997, dalam Maliki, dkk, 2009). Nansel dkk (2001, berperilaku sehari-hari. Sebagian korban “dipilih” dalam Maliki, 2009) menyatakan bahwa bullying karena ukuran mereka yang berbeda. Mereka termasuk bullying secara fisik (misalnya: dianggap secara fisik lebih kecil dari kebanyakan memukul, menendang), bullying verbal anak, lebih tinggi dari kebanyakan anak, atau (misalnya: olok-olok, ancaman), manuver mengalami kelebihan berat badan (Murphy, 2009) psikologis (misalnya: rumor, pengucilan), segala Sebagian anak menjadi target bullying karena jenis perilaku yang membahayakan atau berasal dari latar belakang etnik, keyakinan, mengganggu, di mana perilaku tersebut berulang ataupun budaya yang berbeda dari kebanyakan dalam waktu yang berbeda, dan terdapat kekuatan anak di lingkungan tersebut. Sebagian anak yang tidak seimbang (orang/kelompok yang lebih lain juga menjadi target dikarenakan mereka memiliki kemampuan atau bakat istimewa.

IV.             Pembahasaan
Psikolog anak, Vera Itabiliana Hadiwidjojo (Kompas, 2015:11) mengatakan bahwa tindakan cyberbullying sering dialamai oleh anak yang secara mental terlihat berbeda. Mereka akan cenderung terlihat pendiam, pemalu, dan akan tertutup. Kekarasan di dunia maya sangat berdampak buruk yang serius jika terlalu lama dibiarkan. Perasan malu karena dikucilkan membuat mental anak jatuh sehingga menyebabkan depresi. Vera mengatakan akan ada dampak yang berkepanjangan sehingga dapat menggaggu masa depan anak, karena rasa ketakutan jika aibnya akan kembali tersebar (Kompas, 2015:11).
Pada dasarnya tindakan cyberbullying dapat menimbulkan sesuatu yang fatal. Karena kejahatan siber yang ada dalam UU ITE ini, selain dikategorikan dalam beberapa bentuk, pastinya juga terdapat ketentuan hukuman kepada pelakunya. Misalnya ditemukan tindakan yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dapat dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 45 ayat 2, dimana:  “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” (Nasrullah, 2014:131)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ataupun rasa tidak aman. Mereka juga cenderung latar belakang para pelaku bullying memiliki merupakan anak yang pemalu dan pendiam. Kekhasan, banyak di antara mereka orang tuanya korban bullying cenderung merupakan anak-anak tidak memperikan panduan atau bimbingan yang memiliki self-esteem yang rendah, dan cukup mengenai perilaku positif. Pola asuh yang mungkin karena sifat mereka yang pemalu, terlalu permisif, terlalu keras, atau tidak konsisten mereka juga cenderung hanya memiliki sedikit dalam menjalankan disiplin juga berpengaruh teman. Sayangnya, kondisi terisolasi sosial dalam pembentukan seorang anak memiliki semacam ini semakin membuka peluang mereka kecenderungan melakukan bullying terhadap untuk menjadi target bullying (Murphy, 2009) anak lain. Ketika kita sebagai orang tua tidak Respon yang pasif saat menjadi korban secara konsisten memberikan konsekuensi ketika bullying juga menjadikan korban bullying terus- anak kita mengabaikan atau melanggar peraturan, menerus menjadi korban dalam waktu yang maka secara tidak langsung kita memperbesar panjang. Misalnya seorang anak yang menangis kemungkinan nantinya anak kita dapat menjadi dan melarikan diri dari pelaku bullying, atau justru pelaku bullying. Pola asuh yang demikian memberikan uang atau benda-benda yang memberikan reward bagi perilaku negatif dan diminta dari mereka pada pelaku bullying secara tidak langsung mengajarkan pada anak-anak untuk berperilaku menyimpang.

V.                Kesimpulan
Dari uraian diatas tentu tindakan cyberbullying sangat menghawatirkan karena dapat berpengaruh negatif untuk itu peran pemerintah untuk mencegah perbuatan tersebut dengan membuat peraturan supaya orang yang akan melakukan tindakan tersebut dapat berpikir sebelum bertindak dan peran orang tua dalam mendidik anak bagaimana cara dalam berkomunikasi dengan orang lain baik secara langsung dan tidak langsung.  Untuk itu kami mengajak suapaya kita menjauhi hal-hal yang menyangkut cyberbullying












Referensi :
Mawardah, M. (2014). “Regulasi emosi dan kelompok teman sebaya pelaku cyberbullying”. Jurnal psikologi,vol 41, 60-73.
Rifauddin, M. (2016). “Fenomena cyberbullying pada remaja”. Jurnal Ilmu
Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44.
Hidayat, N. (2015). Bullying pada anak : Analisis dan alternatif solusi. Jurnal ilmu sosial dan ilmu hukum. Vol 4, 41-48.
Utami, C. Y. (2013-2014). Cyberbullying di kalangan remaja.
Akbar, A.M. (2002). Cyberbullying pada media sosial. 1-20.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar