MAKALAH
PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
(Cyberbullying)

Oleh:
ELSA RIZKI DESIANA (12515190)
FIMA YUNANDA (12515690)
LUCY APRILLIA NINGSIH (135515871)
MEIDESTA PRAMESTI (14515117)
RESA PRATAMA (15515770)
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2016
I.
Latar
Belakang Masalah
Di
jaman modern ini banyak sekali kemajuan yang terus berkembang dari berbagai
sektor seperti : ekonomi, pendidikan, sosial,
budaya, politik dan lain-lain.
Hal tersebut terjadi di setiap negara disebabkan karena terbuka hubungan antar
negara sehingga informasi dapat masuk dan keluar begitu saja melalui suatu alat
pengetahuan yaitu internet. Internet sangat berperan penting bagi segala
aktivitas manusia dan bertujuan untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi
di dunia maya. Namun semakin terbuka hubungan antar negara dapat megakibatkan
pertukaran budaya yang bisa bertentangan dengan nilai-nilai dan norma yang ada
pada negara tertentu. Akibat dari
pengaruh budaya bisa menyebabkan penggunaan bahasa yang tidak semestinnya.
Hal-hal negatif seperti penyebaran pornografi, caci maki, merusak nama baik orang dan lain-lain yang
dapat merusak hubungan persatuan antar warga negara. Untuk itu perlu peranan
pemerintah dalam memfilter segala hal yang masuk ke negara tersebut untuk dapat
memilah mana yang positif mana yang negatif.
II.
Teori-Teori
Cyberbullying
adalah
bentuk bullying yang terjadi ketika seseorang atau bebera-pa siswa
menggunakan teknologi infor-masi dan komunikasi seperti email, ponsel
atau pager, pesan teks, pesan singkat, web-site pribadi, situs
jejaring sosial (misalnya facebook, twitter, plurk, dan lain-lain), dan game
online, untuk digunakan secara sengaja, berulang-ulang dan perilaku yang
tidak ramah yang dimaksudkan untuk merugikan orang lain (Belsey, 2007; Lines,
2007).
Willard dalam jurnal Dina Satalina menyebutkan macam-macam jenis cyberbullying
sebagai berikut:
Flaming (terbakar), yaitu
mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan
frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada katakata di pesan yang
berapi-api.
·
Harassment (gangguan), pesanpesan yang berisi gangguan pada email, sms,
maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus.
·
Cyberstalking, mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens
sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.
·
Denigration (pencemaran nama baik), yaitu proses mengumbar keburukan seseorang
di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut.
·
Impersonation (peniruan), berpurapura menjadi orang lain dan mengirimkan
pesan-pesan atau status yang tidak baik.
·
Outing & Trickery, yaitu outing menyebarkan rahasia orang lain, atau
foto-foto pribadi orang lain, Machsun Rifauddin: Fenomena Cyberbullying Pada
Remaja (Studi Analisis Media Soasial Facebook) sedangkan trickery (tipu
daya): membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto
pribadi orang tersebut.
·
Exclusion (pengeluaran): yaitu secara sengaja dan kejam mengeluarkan
seseorang dari grup online.
III.
Kasus-Kasus
Kasus cyberbullying marak
dibicarakan di media beberapa tahun terakhir, di Amerika beberapa orang remaja
memilih bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus yang terkenal adalah
kasus Megan Meier yang memilih menggantung dirinya di kamar akibat kekerasan
dan pelecehan verbal yang dialaminya melalui account pribadinya di MySpace.
Kemudian Tyler Clementi, remaja berbakat yang terjun dari jembatan George
Washington di Manhat-tan akibat teman sekamarnya tanpa sepe-ngetahuannya
mengekspos video aktivitas pribadinya dengan pasangan gay-nya melalui fasilitas
live-streaming.
Di Jepang, survei yang dilakukan oleh
Dewan Pendidikan di wilayah Hyogo, menunjukkan hasil survei bahwa 10% siswa
sekolah menengah di Jepang menga-ku pernah menerima ancaman melalui email,
situs atau blog. Seorang siswa 18 tahun di Kobe, Jepang, melakukan
bunuh diri setelah teman sekelasnya memajang foto tidak senonohnya di situs dan
mengi-rim email pemerasan. Kementerian Pendi-dikan di Jepang melakukan evaluasi
terha-dap data kasus bunuh diri remaja selama 1999-2005. Sebanyak 16 kasus
diselidiki ulang karena diduga terkait dengan bullying. Praktik bullying
yang kian marak dilakukan lewat media elektronik, teruta-ma telepon selular
yang terhubung de-ngan internet, seperti ancaman, ledekan, dan kekerasan
psikologis lainnya dapat diterima dengan mudah oleh korban di mana dan kapan
saja. Markoto adalah remaja asal Jepang, dia mengaku sering diteror dengan email
berisi ancaman, foto-nya sering dijadikan bahan ejekan, bahkan banyak
respon yang menyuruhnya meng-akhiri hidupnya. Sehingga Markoto me-mutuskan
untuk tidak pergi ke sekolah, menderita anorexia dan dua kali mencoba bunuh
diri (Wahyu, 2012).
Beberapa survei yang dilakukan di
Amerika Serikat, yaitu The American Justice Departemen Suicide menyatakan
bahwa setidaknya satu dari empat orang siswa sekolah di seluruh Amerika Serikat
pernah di-bully oleh temannya sendiri. Kemudian hasil penelitian
menunjukkan bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian ter-besar di Amerika
Serikat, yaitu 4.400 kasus per tahun. Dan penyebab terbesarnya ada-lah karena
depresi akibat bullying (Ericson, 2001). Estimasi jumlah remaja yang mengalami
cyberbullying di Indonesia sangat
tinggi, Survei global yang dilakukan oleh Ipsos terhadap 18.687 orang tua dari 24 negara, termasuk Indonesia,
menemukan bahwa 12% orang tua menyatakan bahwa anak mereka pernah mengalami cyberbullying
dan 60% diantaranya
menyatakan bahwa anakanak tersebut mengalami cyberbullying pada jejaring sosial seperti
Facebook. Di Indonesia, 14% orang tua yang menjadi responden survei ini menyatakan anak mereka
pernah mengalami cyberbullying,dan 53% menyatakan mengetahui bahwa anak dikomunitasnya
pernah mengalami cyberbullying.
Bentuk bullying berubah sejalan
dengan usia: maupun pelaku bullying memiliki kekhasan. bullying di
taman bermain (playground bullying), Berikut ini karakteristik yang khas
baik dari kekerasan
seksual, penyerangan secara korban maupun pelaku bullying. berkelompok, dating violence, marital
violence, Karakteristik tertentu yang khas pada korban child abuse,
kekerasan di tempat kerja, dan bullying adalah penampilan mereka yang
berbeda berbagai jenis kekerasan lain (Pepler
dan Craig, atau memiliki kebiasaan yang berbeda dalam 1997, dalam Maliki, dkk, 2009). Nansel
dkk (2001, berperilaku sehari-hari. Sebagian korban “dipilih” dalam Maliki, 2009) menyatakan bahwa bullying
karena ukuran mereka yang berbeda. Mereka termasuk
bullying secara fisik (misalnya: dianggap secara fisik lebih kecil dari
kebanyakan memukul,
menendang), bullying verbal anak, lebih tinggi dari kebanyakan anak,
atau (misalnya: olok-olok, ancaman), manuver
mengalami kelebihan berat badan (Murphy, 2009) psikologis
(misalnya: rumor, pengucilan), segala Sebagian anak menjadi target bullying karena jenis perilaku yang membahayakan atau
berasal dari latar belakang etnik, keyakinan, mengganggu,
di mana perilaku tersebut berulang ataupun budaya yang berbeda dari kebanyakan dalam waktu yang berbeda, dan terdapat
kekuatan anak di lingkungan tersebut. Sebagian anak yang tidak seimbang
(orang/kelompok yang lebih lain juga menjadi target dikarenakan mereka memiliki kemampuan atau bakat istimewa.
IV.
Pembahasaan
Psikolog anak, Vera
Itabiliana Hadiwidjojo (Kompas, 2015:11) mengatakan bahwa tindakan cyberbullying
sering dialamai oleh anak yang secara mental terlihat berbeda. Mereka akan
cenderung terlihat pendiam, pemalu, dan akan tertutup. Kekarasan di dunia maya
sangat berdampak buruk yang serius jika terlalu lama dibiarkan. Perasan malu
karena dikucilkan membuat mental anak jatuh sehingga menyebabkan depresi. Vera
mengatakan akan ada dampak yang berkepanjangan sehingga dapat menggaggu masa
depan anak, karena rasa ketakutan jika aibnya akan kembali tersebar (Kompas,
2015:11).
Pada dasarnya tindakan cyberbullying
dapat menimbulkan sesuatu yang fatal. Karena kejahatan siber yang ada dalam
UU ITE ini, selain dikategorikan dalam beberapa bentuk, pastinya juga terdapat
ketentuan hukuman kepada pelakunya. Misalnya ditemukan tindakan yang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dapat
dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 45 ayat 2, dimana: “Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” (Nasrullah, 2014:131)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ataupun rasa tidak aman. Mereka juga
cenderung latar belakang para pelaku bullying memiliki merupakan anak yang pemalu dan pendiam.
Kekhasan, banyak di antara mereka orang tuanya korban
bullying cenderung merupakan anak-anak tidak memperikan panduan atau
bimbingan yang memiliki self-esteem yang rendah, dan cukup mengenai
perilaku positif. Pola asuh yang mungkin
karena sifat mereka yang pemalu, terlalu permisif, terlalu keras, atau tidak
konsisten mereka juga
cenderung hanya memiliki sedikit dalam menjalankan disiplin juga berpengaruh teman. Sayangnya, kondisi terisolasi
sosial dalam pembentukan seorang anak memiliki semacam
ini semakin membuka peluang mereka kecenderungan melakukan bullying terhadap untuk menjadi target bullying (Murphy,
2009) anak lain. Ketika kita sebagai orang tua tidak Respon yang pasif saat menjadi korban
secara konsisten memberikan konsekuensi ketika bullying
juga
menjadikan korban bullying terus- anak kita mengabaikan atau melanggar
peraturan, menerus menjadi
korban dalam waktu yang maka secara tidak langsung kita memperbesar panjang. Misalnya seorang anak yang
menangis kemungkinan nantinya anak kita dapat menjadi dan melarikan diri dari pelaku bullying,
atau justru pelaku bullying. Pola asuh yang demikian memberikan uang atau benda-benda yang
memberikan reward bagi perilaku negatif dan diminta dari mereka pada pelaku bullying
secara tidak langsung mengajarkan pada anak-anak untuk berperilaku
menyimpang.
V.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas tentu tindakan cyberbullying sangat menghawatirkan karena dapat
berpengaruh negatif untuk itu peran pemerintah untuk mencegah perbuatan
tersebut dengan membuat peraturan supaya orang yang akan melakukan tindakan
tersebut dapat berpikir sebelum bertindak dan peran orang tua dalam mendidik
anak bagaimana cara dalam berkomunikasi dengan orang lain baik secara langsung dan tidak
langsung. Untuk itu kami mengajak
suapaya kita menjauhi hal-hal yang menyangkut cyberbullying
Referensi :
Mawardah, M. (2014). “Regulasi emosi dan kelompok teman
sebaya pelaku cyberbullying”. Jurnal
psikologi,vol 41, 60-73.
Rifauddin,
M. (2016). “Fenomena cyberbullying
pada remaja”. Jurnal Ilmu
Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44.
Hidayat, N. (2015). “Bullying pada anak” : Analisis dan alternatif solusi. Jurnal ilmu sosial dan
ilmu hukum. Vol 4, 41-48.
Utami, C. Y. (2013-2014).
Cyberbullying di kalangan remaja.
Akbar, A.M. (2002).
Cyberbullying pada media sosial. 1-20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar